Rabu, 07 Maret 2018

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MILITUS TYPE 2

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Angka penderita diabetes selama 50 tahun terakhir meningkat pesat seiring dengan meningkatnya angka kegemukan. Pada tahun 2010, diperkirakan ada 285 juta orang mengalami penyakit ini, dibandingkan hanya ada 30 juta pasien pada tahun 1985. Komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi akibat kadar glukosa darah tinggi antara lain penyakit jantung, stroke, retinopati diabetes yang mempengaruhi penglihatan mata, gagal ginjal yang memerlukan dialisis, dan kurangnya sirkulasi darah di bagian tungkai yang mengharuskan dilakukannya amputasi. Komplikasi akut berupa ketoasidosis, yang merupakan salah satu ciri diabetes tipe 1, jarang terjadi. Namun pasien dapat mengalami koma hiperosmolar nonketotik.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang sangatlah kompleks. Diabetes mellitus dan penyakit turunannya telah menjadi ancaman serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta orang per tahun dan dalam setiap 10 detik seorang penderita akan meninggal karena sebab-sebab yang terkait dengan diabetes.
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang penyakit diabetes mellitus tipe 2 tentang faktor -faktor penyebabnya dan cara pencegahan dan pengobatannya.
  1. Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas terakhir kami dalam menjalankan PKL (Praktik Kerja Lapangan).






BAB II
PEMBAHASAN
  1. Definisi
Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes militus mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien dan penyedia perawatan kesehatan.
(Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:MEDICAL SURGICAL NURSING,EDISI 8,VOL 1,hal:1062.)
Diabetes melitus tipe 2 yang dahulu disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau diabetes onset dewasa – merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan kebalikan dari diabetes melitus tipe 1, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak akibat rusaknya sel islet di pankreas. Gejala klasiknya antara lain haus berlebihan, sering berkemih, dan lapar terus-menerus. Diabetes tipe 2 berjumlah 90% dari seluruh kasus diabetes dan 10% sisanya terutama merupakan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes gestasional. Kegemukan diduga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2 pada orang yang secara genetik memiliki kecenderungan penyakit ini. (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
Diabetes militus tipe 2,biasanya disebut NIDDM,adalah kerusakan genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah tipe paling umum dari diabetes militus yang meliputi  90% dari semua populasi diabetes. Biasanya didiagnosa setelah umur 40 tahun dan umumnya menyerang orang dewasa, orang yang gemuk dan pastinya populasi etnik dan ras.
(Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol 1,hal:1064.)
Diabetes militus tipe 2,dulunya disebut NIDDM(non-insulin-dependent diabetes militus),terdiri dari 90%-95% dari contoh diabetes. Dimulai dengan perlawanan insulin,sebuah situasi dimana sel tidak seluruhnya menggunakan insulin. Sebagai kebutuhan untuk meningkatkan insulin,pankreas berlangsung kehilangan kemampuan untuk memproduksinya. DM tipe 2 mempunyai kecenderungan mempertahankan hidup dari padaa tipe 1 dan tidak menimbulkan diabetes ketoasidosis.
(Susan C. Dewit.2007.Buku Ajar : Medical Surgical Nursing.hal : 910)
  1. Etiologi
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.
Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2.
  • Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik)
  • Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
  • Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
  • Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
  • Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram
  • Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
  • Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
  • Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)
  • Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun
  • Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin
  1. Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonkotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliura, polidipsia, luka pada kulit yang lama tak sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur.
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konskuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati, perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan. Karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.
(Brunner & Suddart. 2002 : 1223)
  1. Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes melitus berdasarkan perawatan dan simtoma yaitu Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggrisadult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormonresistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi padakromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolismeglikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemialipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondriapada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedahbypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:
sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
  1. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2.Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
  1. Komplikasi
1)  Akut
  Hipoglikemia
  Diabetik ketoasidosis (KTA)
  Sindrom non ketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH).

2)      Kronis
  Mikrovaskular ;
–          Retinopati.
–          Nefropati.
–          Neuropati.
  Makrovaskular ;
–          Kardiovaskular ;
  Serangan jantung
Kadar gula darah tak terkendali membuat darah mengental serta menyebabkan pengerasan dan penyempitan pembuluh darah. Sumbatan pembuluh darah mudah terjadi, jantung kurang darah, akhirnya otot jantung berhenti (infark).
–          Hipertensi
–          Infeksi.
–          Gangguan pada fungsi ginjal
Ginjal dipacu bekerja lebih berat dan penyempitan pembuluh darah kapiler dalam ginjal.
–          Gangguan mata hingga kebutaan
Kadar gula darah tak terkendali menyebabkan penebalan selaput jala dan kelainan bentuk sel. Mudah terjadi perdarahan di retina, kecembungan lensa terganggu, glukoma dan juga katarak.
–          Impotensi
Kadar gula yang tinggi merusak sarafterutama yang mengontrol alat seks.
–          Luka dengan kesembuhan yang lama
Kekebalan penderita umumnya menurun sehingga mudah terkena infeksi. Abses akibat infeksi akan menekan pembuluh darah lainnya sehingga aliran darah yang membawa makan dan oksigen berkurang. (Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol 1.)
  1. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium ;
o   Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress.
  • Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
  • Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
  • Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
  • Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi.selama perubahanini asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
  • Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat, menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya ateroskerosis.
  • Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
  • Pemeriksaan penunjang untuk DM  . pemeriksaan penyaring dapat di lakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu , kadar glukosa darah puasa , kemudian diikuti dengan tes toleransi glukosa oral standar.  Untuk kelompok resiko tinggi DM , seperti usia dewasa tua , hipertensi , obesitas , dan riwayat keluarga , dan menghasilkan hasil pemeriksaan negative . perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun., bagi beberapa paisen .
Cara pemeriksaan TTGO , adalah :
  • Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
  • Kegiatan jasmani sementara cukup , tidak boleh terlalu banyak.
  • Pasien puasa selama 10-12 jam
  • Berikan glukosa darah puasa
  • Berikan glukosa 75  gr yang di larutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit .
  • Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa .
  • Selama pemeriksaan , pasien di periksa tetap istirahat  dan tidak merokok
  1. Penatalaksanaan
1.    Perencanan Makan (Meal Planning)
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standart yang diajurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%) protein (10-15%) dan lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.

2.    Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive, Endurance Trainning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan berdayung.

3.    Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a.    Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara
  Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
  Menurunkan ambang sekresi insulin.
  Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid, untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b.    Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh  / IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilurea.
c.    Inhibitor dan glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
d.   Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
(Arif Mansjoer. 2001 : 585)
  1. Diagnosa Keperawatan
  2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual, anoreksia, peningkatan metabolisme protein dan lemak
  3. Devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic
  4. Intoleransi aktivitas b/d penurunan simpanan energi
  5. Gangguan integritas kulit b/d gangren
  6. Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren
  7. Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
  8. Resiko gangguan volume cairan lebih
Intervensi
1.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual, anoreksia, peningkatan metabolisme protein dan lemak
Tujuan             :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil   :            –    Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
–       BB stabil, nilai lab normal
Intervensi :
a.    Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi
Rasional   :    Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
b.   Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional   :    Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
c.    Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral
Rasional   :    Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastroisntetinal baik
d.   Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
Rasional   :    Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
e.    Kolaborasi dengan ahli diet
Rasional   :    Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2.    Devisit volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic
Tujuan             :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil   :    Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a.    Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik
Rasional   :    Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b.   Ukur berat badan setiap hari
Rasional   :    Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c.    Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional   :    Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
d.   Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan Osmulalitas darah, Natrium, kalium
Rasional   :
–       Ht                           :    Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotik
–       BUN                      :    Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginbjal.
–       Osmolalitas darah :    Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi
–       Natrium                  :    Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intra sel (dieresis osmotik)
–       Kalium                   :    Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam breepons pada asodisis
3.    Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energi
Tujuan             :    Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan produksi energi
Kriteria hasil   :            –    Mengungkapkan peningkatan tingkat energy
–       Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Intervensi :
a.    Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional   :    Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b.   Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
Rasional   :    Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c.    Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
Rasional   :    Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.
d.   Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat.
Rasional   :    Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan.
e.    Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional   :    Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
4.    Gangguan integritas kulit b/d gangren
Tujuan             :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan integritas kulit dapat membaik.
Kriteria hasil   :            –    Mempertahankan integritas kulit
–       Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a.    Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
Rasional   :    Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi.
b.    Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional   :    Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan
c.    Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali sehari selama 15 menit
Rasional   :    Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan
d.   Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas
Rasional :      Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang. Plester adesif dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak.
e.    Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati tanda-tanda hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam
Rasional   :    Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan yang mengganggu absorbsi obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan. Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin tetapi dapat terjadi kapan saja.
5.    Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren
Tujuan             :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien dapat menerima keadaannya yang sekarang.
Kriteria hasil   :    –    Pasien menerima keadaannya yang sekarang
–       Menunjukkan pandangan yang realistis dan pemahaman diri dalam situasi.
Intervensi :
a.    Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien
Rasional   :    Menyampaikan perhatian dan dapat lebih efektif mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dan juga strategi koping pasien dan seberapa efektif.
b.    Dorong pengungkapan perasaan, penerima apa yang dikatakannya
Rasional   :    Membantu pasien / orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi atau gaya hidup.
c.    Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit
Rasional   :    Persepsi pasien mengenai pada perubahan citra diri mungkin terjadi secara tiba-tiba atau kemudian atau menjadi proses halus yang secara terus menerus.
d.   Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin diperkukan untuk dilepaskan atau diubah.
Rasional   :    Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan, meningkatkan orientasi realita.
e.    Rujuk pada dukungan psikiatri atau group terapi, pelayanan sosial sesuai petunjuk
Rasional   :    Mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien / orang terdekat untuk mencapai kesembuhan optimal.
6.    Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
Tujuan             :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan tidak terjadi injuri pada pasien
Kriteria hasil   :
–    Mengidentifikasi faktor-faktor resiko injuri
–       Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan penggunaan sumber-sumber secara tepat.
Intervensi :
a.    Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien
Rasional   :    Untuk meminimalisir terjadinya cedera
b.   Gunakan bed yang rendah
Rasional   :    Meminimalkan resiko cedera
c.    Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata
Rasional   :    Membantu dalam penglihatan klien
d.   Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Rasional   :    Agar tidak terjadi injuri
7.    Resiko gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan b.d kerusakan ginjal
Tujuan             :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan dari tubuh kembali normal / seimbang.
Kriteria hasil   :    –    Tidak mengalami peningkatan BB cepat, edema, kongesti paru




BAB III
PENGKAJIAN

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Ruang                          : E2
No. Medical Record     :
Tgl Pengkajian             : 25/09/2013
Pukul                          :14.20 WIB
  1. DATA DASAR
    1. Identitas Pasien
      1. Nama (inisial klien)                                   : Tn. I
      2. Usia                                               : 57 tahun
      3. Status Perkawinan                          : menikah
      4. Pekerjaan                                       : wiraswasta
      5. Agama                                           : islam
      6. Pendidikan                                     : SD
      7. Suku                                                          : jawa tengah
      8. Bahasa yang di gunakan                : indonesia
      9. Alamat rumah                                : Gg. Kulit Giri Condro , Kemiling
      10. Sumber biaya                                 : Jamkesmas
      11. Tanggal masuk RS                         : 24/09/2013
      12. Diagnosa medis saat pengkajian    : Diabetes Militus
  1.  Sumber Informasi ( Penanggung Jawab )
    1. Nama                                   : Tuminem
    2. Usia                                     : 56 tahun
    3. Hubungan Dengan Klien     : istri
    4. Pendidikan                          : SD
    5. Pekerjaan                             : Ibu Rumah Tangga
    6. Alamat                                 : Gg. Kulit Giri Condro , Kemiling
  1. RIWAYAT KESEHATAN
    1. Riwayat kesehatan masuk RS :
Pasien baru datang ke UGD dalam keluhan luka pada kakinya , sejak 1 bulan yang lalu.
  1. Riwayat kesehatan saat pengkajian / Riwayat penyakit sekarang .
    1. Keluhan utama                  : infeksi luka pada kaki
–          Penyebab                     : tertusuk tulang sapi
Hal yang memperberat       : Luka DM
Hal yang memperingan      : tidak ada
–          Kapan terjadinya         : 1 bulan yang lalu
  1. Keluhan penyerta              : tidak ada
  1. Riwayat Kesehatan dahulu  :
    1. Riwayat alergi                                : tidak ada
    2. Riwayat kecelakaan                       : Pernah tetapi hanya luka-luka ringan
    3. Riwayat perawatan di RS               : pernah di rawat di RS dengan keluhan   sakit DM
    4. Riwayat penyakit berat / kronis     : tidak ada
    5. Riwayat pengobatan                      : ada
    6. Riwayat operasi                                         : tidak ada
  1. Riwayat Kesehatan Keluarga :
    Pasien mengatakan dalam keluarga nya tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan.
  1. Riwayat Psikososial – Spiritual
    1. Konsep Diri                       :
    2. Support System                  :
    3. Komunikasi                       :
    4. System nilai kepercayaan :
-Sebelum sakit                   :  5 x/ hari
-Saat sakit                          :  1 x/hari
  1. Lingkungan
    1. Rumah
–          Kebersihan      : Cukup
–          Polusi               : tidak ada
–          Bahaya            : tidak ada
  1. Pekerjaan
–          Kebersihan      : kurang
–          Polusi               : ada
–          Bahaya            : ada
  1. Pola Kebiasaan Sehari-hari sebelum dan saat sakit .
    1. Pola Nutrisi dan Cairan (Sebelum dan Saat Sakit)
      1. Pola Nutrisi
–          Asupan                        (     ) oral         (     ) enteral     (     ) TPN
–          Frekwensi Makan        :           – Sebelum sakit : 3 x/ hari
–          Saat sakit                     : 3 x/ hari
–          Nafsu makan               :           – Sebelum sakit : Baik
–          Saat sakit                     : kurang
–          Diit                              : tidak ada
–          Makanan tambahan     : ubi talas
–          Makanan yang tidak disukai/ alergi/ pentangan : tidak boleh memakan makanan yang manis-manis.
  1.  Pola Eliminasi (Sebelum dan Saat Sakit)
    1. BAK
–          Frekwensi        : – Sebelum Sakit: 4 x/hari
–          Saat sakit         : 5 sampai 6 x/hari
–          Waktu              : pagi dan sore
–          Jumlah             : 50 cc/hari
–          Warna              : – Sebelum sakit : kuning
–          Saat sakit         : kuning seperti warna teh
–          Bau                  : khas
–          Keluhan yang berhubungan dengan BAK : tidak ada
  1. BAB
–          Frekwensi        : – Sebelum Sakit          :  2  x/hari
–                                      – Saat sakit               :  1  x/hari
–          Waktu              : Pagi
–          Warna              : – Sebelum Sakit          : kuning
–                                      – Saat sakit               : kuning
–          Bau                  : khas
–          Konsistensi      : keras
–          Keluhan           : susah BAB , karena keras
  1. Pola Personal Hygiene ( Sebelum dan Saat Sakit )
    1. Mandi
–          Frekwensi        : – Sebelum Sakit          :  2 x/hari
–          Saat sakit                             :  2 x/hari tetapi hanya di lap
  1. Oral hygiene :
–          Frekwensi        : – Sebelum Sakit          :   2 x/hari
–          Saat sakit                 :   2 x/hari
–          Waktu              : pagi dan sore
  1. Cuci rambut
–     Frekwensi        : – Sebelum Sakit :  2 x/hari
–     Saat sakit         :  1 x/hari
  1. Pola Istirahat dan tidur (Sebelum dan Saat Sakit)
–          Lama tidur       : 10 jam
–          Waktu
            Siang                : 3 jam
            Malam             : 7 jam
–          Kebiasaan sebelum tidur / pengantar tidur :
            (      ) penggunaan obat tidur
            (      ) kegiatan lain  , jelaskan :
–          Kesulitan dalam hal tidur
            (      )  menjelang tidur
            (      ) sering/ mudah terbangun
            (      ) merasa tidak puas setelah bangun tidur
Jelaskan alasannya :
  1. Pola aktivitas dan latihan (sebelum dan saat sakit)
–          Jenis pekerjaan                                    : berdagang
–          Waktu pekerjaan                      : pagi sampai sore
–          Kegiatan waktu luang              : istirahat/santai
–          Keluhan dalam beraktivitas     : tidak ada
–          Olahraga
             Jenis                                        : tidak ada
             Frekwensi                               : tidak ada
–          Keterbatasan dalam hal            :
            (      ) mandi
            (      ) menggunakan pakaian
            (      ) berhias
  1. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
    1. Merokok          : (      ) Ya             (      ) Tidak
–          Frekwensi        :
–          Jumlah             : 1 bungkus
–          Lama pemakaian : 1 hari
  1. Minuman Keras         (       ) Ya             (      ) Tidak
–          Jumlah                         : tidak ada
–          Lama pemakaian         : tidak ada
  1. Ketergantungan obat    :(      ) Ya         (      ) Tidak
–          Jika Ya , Jelaskan :
  1. Pengkajian Fisik
    1. Pemeriksaan Umum
–          Kesadaran        : Compos Mentis
–          TD                   : 130/90 mmHg
–          Nadi                 : 80 x/mnt
–          RR                   : 20 x/mnt
–          Suhu                : 37,3  C
–          TB/BB             : 170 cm , 40 kg.
  1. Pemerksaan Fisik Per System
    1. Sistem Penglihatan
–          Posisi mata                   : (      ) Simetris        (      ) Asimetris
–          Kelopak Mata              : normal
–          Pergerakan bola mata   : normal
–          Konjungtiva                 : tidak ada
–          Kornea                         : normal
–          Sklera                          : normal
–          Lapang pandang          : kurang
–          Ketajaman penglihatan : kurang
–          Tanda-tanda radang       : tidak ada
–          Pemakaian alat bantu penglihatan : tidak ada alat bantu
–          Keluhan lain                 : penglihatan kurang jelas , apabila melihat   sesuatu yang lebih dari 1 meter
  1. Sistem  Pendengaran
–          Kesimetrisan                :  simetris
–          Karakter serumen        : tidak ada
–          Tanda radang               : tidak ada
–          Cairan dari telinga        : tidak ada
–          Fungsi pendengaran     : baik
–          Pemakaian alat bantu   : tidak ada alat bantu
  1. Sistem Wicara
–          Kesulitan / gangguan wicara : tidak ada (normal)
  1. Sistem  Pernafasan
–          Jalan nafas       :normal
–          Keluhan           :           (     ) Sesak       (     ) Nyeri
–          Bila sesak        :           (     ) Setelah aktivitas
                                                 (     ) Tanpa aktivitas
                                                 (     ) Saat aktivitas
–          Bila nyeri        : tidak ada
–          Frekwensi        : 20 x/mnt
–          Irama               :           (     ) teratur           (     ) tidak teratur
–          Kedalaman      : (     ) Dalam      (     ) Dangkal
–          Suara Nafas     : normal
–          Batuk               : (      ) Ya         (     ) Tidak
–          Palpasi dinding dada    : normal
–          Perkusi dada               : normal
–          Penggunaan otot bantu nafas : tidak ada
  1. Sistem  Kardiovaskuler
ü   Sirkulasi perifer
–          Nadi                 :
Irama               : (     ) teratur    (     ) Tidak teratur
Denyut             : (     ) Lemah   (     ) Kuat
–          Distensi vena jugularis :  tidak ada
–          Temperatur kulit                      :  (     ) Hangat              (      ) Dingin
–          Warna kulit                              :  (     ) pucat                (      ) cyanosis            (     ) kemerahan
–          Pengisian kapiler                      : normal
–          Edema                                     : tidak ada

ü  Sirkulasi jantung
–          Kecepatan denyut apical          :  80 x/mnt
–          Irama                                       :  (     ) Teratur         (     ) tidak teratur
–          Bunyi jantung abnormal          : tidak ada
–          Kelainan bunyi jantung            : tidak ada
  1.  Sistem Neurologi
–          Galslow coma scale     :  15,  E =  4     M =  6    V = 5
–          Tanda-tanda peningkatan intracranial : tidak ada
–          Gangguan neurologis   : ( N I – N XII ) :
–          Pemeriksaan reflek      :
  1. Patologis    : tidak ada
  2. Fisiologis   : tidak ada
–          Tanda iritasi menigen               : tidak ada
–          Kekuatan otot/status motorik   : tidak ada
  1.  Sistem Pencernaan
–          Keadaan mulut            : baik
–          Kesulitan menelan       : tidak ada
–          Muntah                        : tidak pernah
–          Nyeri daerah perut       : tidak ada
–          Bising usus                  :12 x/mnt
–          Asites                           : tidak ada
–          Luka post operasi        : tidak ada
  1. Sistem Immunology
–          Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
  1.  Sistem Endokrin
–          Nafas berbau keton     : (     ) Ya       (     ) Tidak
–          Luka                            : (     ) Ya       (     ) Tidak .
jika ya , jelaskan          :
–          Exopthalmus                : (     ) Ya       (     ) Tidak
–          Tremor                         : (     ) Ya       (      ) Tidak
–          Pembesaran kelenjar tyroid                  :  (     ) Ya     (     ) Tidak
–          Tanda-tanda peningkatan gula darah   :           (     ) Polidipsi
                                                                                     (     ) poliuri
                                                                                     (     ) polifagi
  1. Sistem Urogenital
–          Distensi kandung kemih          : tidak ada nyeri tekan
–          Nyeri tekan                              : tidak ada
–          Nyeri perkusi pada CVA         : tidak ada
–          (      ) anuria                 (      )  hematuria          (      ) disuria
            (      ) nocture               (      )  oliguria              (      ) poliuria
–          Penggunaan kateter      : tidak ada
–          Penggunaan irigasi       : tidak ada
–          Keadaan genital          : baik
  1. Keadaan integumen
    1. Keadaan rambut
–          Kekuatan         :  baik
–          Warna              :  putih
–          Kebersihan      :  cukup
  1.  Kebersihan kuku
–          Kekuatan         : kuat
–          Warna              : putih bening
–          Kebersihan      : cukup
  1.  Keadaan kulit
–          Kekuatan         : baik
–          Warna              : coklat
–          Kebersihan      : cukup
–          Tanda-tanda radang pada kulit :
–          Luka                : ada , di telapak kaki
–          Dekubitus        :
–          Pruritus            :
–          Tanda-tanda pendarahan : tidak ada
  1.  Sistem Muskuloskeletal
–          Keterbatasan dalam pergerakan           : tidak ada
–          Sakit pada tulang dan sendi                 : tidak ada
–          Tanda-tanda fraktur                             : tidak ada
–          Lokasi                                                 : tidak ada
–          Kontraktur pada persendian ekstremitas : tidak ada
–          Tonus otot                                           : (     ) kuat         (     ) lemah
–          Kelainan bentuk tulang dan otot          : tidak ada
–          Tanda-tanda radang pada sendi           : tidak ada
–          Penggunaan alat bantu                         : tidak ada alat bantu
–          Rentang gerak sendi ( aktif/ pasif )      : aktif



BAB IV
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes militus mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien dan penyedia perawatan kesehatan.
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
  1. Saran
Semoga dalam pembuatan makalah selanjutnya kami dapat membuat yang lebih sempurna lagi. karena menurut kami makalah yang telah kami buat ini kurang sempurna karena kami masih dalam proses belajar.





Daftar Pustaka