BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Angka penderita diabetes selama 50 tahun terakhir meningkat pesat
seiring dengan meningkatnya angka kegemukan. Pada tahun 2010,
diperkirakan ada 285 juta orang mengalami penyakit ini, dibandingkan
hanya ada 30 juta pasien pada tahun 1985. Komplikasi jangka panjang yang
mungkin terjadi akibat kadar glukosa darah tinggi antara lain penyakit jantung, stroke, retinopati diabetes yang mempengaruhi penglihatan mata, gagal ginjal yang memerlukan dialisis, dan kurangnya sirkulasi darah di bagian tungkai yang mengharuskan dilakukannya amputasi. Komplikasi akut berupa ketoasidosis, yang merupakan salah satu ciri diabetes tipe 1, jarang terjadi. Namun pasien dapat mengalami koma hiperosmolar nonketotik.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak
menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit
gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi
masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan
seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala
kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam
hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita
penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka
tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak
mengetahui telah menderita kencing manis.
Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang
sangatlah kompleks. Diabetes mellitus dan penyakit turunannya telah
menjadi ancaman serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta orang per tahun
dan dalam setiap 10 detik seorang penderita akan meninggal karena
sebab-sebab yang terkait dengan diabetes.
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang penyakit diabetes
mellitus tipe 2 tentang faktor -faktor penyebabnya dan cara pencegahan
dan pengobatannya.
- Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas terakhir kami dalam menjalankan PKL (Praktik Kerja Lapangan).
BAB II
PEMBAHASAN
- Definisi
Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit
progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula
darah). Diabetes militus mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien
dan penyedia perawatan kesehatan.
(Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:MEDICAL SURGICAL NURSING,EDISI 8,VOL 1,hal:1062.)
Diabetes melitus tipe 2 yang dahulu disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau diabetes onset dewasa – merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan kebalikan dari diabetes melitus tipe 1, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak akibat rusaknya sel islet di pankreas. Gejala klasiknya antara lain haus berlebihan, sering berkemih, dan lapar terus-menerus. Diabetes tipe 2 berjumlah 90% dari seluruh kasus diabetes dan 10% sisanya terutama merupakan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes gestasional. Kegemukan
diduga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2 pada orang yang secara
genetik memiliki kecenderungan penyakit ini. (Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas)
Diabetes militus tipe 2,biasanya disebut NIDDM,adalah kerusakan
genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah tipe paling umum dari
diabetes militus yang meliputi 90% dari semua populasi diabetes.
Biasanya didiagnosa setelah umur 40 tahun dan umumnya menyerang orang
dewasa, orang yang gemuk dan pastinya populasi etnik dan ras.
(Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol 1,hal:1064.)
Diabetes militus tipe 2,dulunya disebut NIDDM(non-insulin-dependent
diabetes militus),terdiri dari 90%-95% dari contoh diabetes. Dimulai
dengan perlawanan insulin,sebuah situasi dimana sel tidak seluruhnya
menggunakan insulin. Sebagai kebutuhan untuk meningkatkan
insulin,pankreas berlangsung kehilangan kemampuan untuk memproduksinya.
DM tipe 2 mempunyai kecenderungan mempertahankan hidup dari padaa tipe 1
dan tidak menimbulkan diabetes ketoasidosis.
(Susan C. Dewit.2007.Buku Ajar : Medical Surgical Nursing.hal : 910)
- Etiologi
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki
anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah
kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol
darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas.
Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang
mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan
aktivitas fisik kita sehari-hari.
Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2.
- Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik)
- Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
- Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
- Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
- Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram
- Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
- Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
- Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)
- Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun
- Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin
- Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
dari diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonkotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliura, polidipsia, luka pada kulit
yang lama tak sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur.
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe
II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat
pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konskuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan
mata, neuropati, perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosa ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat
badan. Karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan
merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas
insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan
tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat
oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa
hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian
pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress
fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.
(Brunner & Suddart. 2002 : 1223)
- Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan
bentuk diabetes melitus berdasarkan perawatan dan simtoma yaitu
Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin,
seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormonresistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi padakromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolismeglikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas
terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di
dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar,
namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang,
dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini,
namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines (
nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas
ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis
dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah
keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai
untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil
diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara
perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan.
Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika
kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5
kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito
abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan
dengan lisan [[ antidiabetic drugs.
[Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada
awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi)
kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (
e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai
tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai
taraf tertentu ( e.g., metformin),
dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g.,
thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan
jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa
yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah
direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu
ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondriapada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedahbypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:
- peningkatan mRNA glukokinase,
- peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
- peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom
- peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin
- penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
- penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati
- penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase
- penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase
- meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis
sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
- Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2.Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
- Komplikasi
1) Akut
Hipoglikemia
Diabetik ketoasidosis (KTA)
Sindrom non ketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH).
2) Kronis
Mikrovaskular ;
– Retinopati.
– Nefropati.
– Neuropati.
Makrovaskular ;
– Kardiovaskular ;
Serangan jantung
Kadar gula darah tak terkendali membuat darah mengental serta
menyebabkan pengerasan dan penyempitan pembuluh darah. Sumbatan pembuluh
darah mudah terjadi, jantung kurang darah, akhirnya otot jantung
berhenti (infark).
– Hipertensi
– Infeksi.
– Gangguan pada fungsi ginjal
Ginjal dipacu bekerja lebih berat dan penyempitan pembuluh darah kapiler dalam ginjal.
– Gangguan mata hingga kebutaan
Kadar gula darah tak terkendali menyebabkan penebalan selaput jala
dan kelainan bentuk sel. Mudah terjadi perdarahan di retina, kecembungan
lensa terganggu, glukoma dan juga katarak.
– Impotensi
Kadar gula yang tinggi merusak sarafterutama yang mengontrol alat seks.
– Luka dengan kesembuhan yang lama
Kekebalan penderita umumnya menurun sehingga mudah terkena infeksi.
Abses akibat infeksi akan menekan pembuluh darah lainnya sehingga aliran
darah yang membawa makan dan oksigen berkurang. (Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol 1.)
- Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium ;
o Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress.
- Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
- Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
- Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
- Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi.selama perubahanini asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
- Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat, menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya ateroskerosis.
- Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
- Pemeriksaan penunjang untuk DM . pemeriksaan penyaring dapat di lakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu , kadar glukosa darah puasa , kemudian diikuti dengan tes toleransi glukosa oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM , seperti usia dewasa tua , hipertensi , obesitas , dan riwayat keluarga , dan menghasilkan hasil pemeriksaan negative . perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun., bagi beberapa paisen .
Cara pemeriksaan TTGO , adalah :
- Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
- Kegiatan jasmani sementara cukup , tidak boleh terlalu banyak.
- Pasien puasa selama 10-12 jam
- Berikan glukosa darah puasa
- Berikan glukosa 75 gr yang di larutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit .
- Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa .
- Selama pemeriksaan , pasien di periksa tetap istirahat dan tidak merokok
- Penatalaksanaan
1. Perencanan Makan (Meal Planning)
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standart yang diajurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%) protein (10-15%) dan
lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan karbohidrat sampai 70-75%
juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi rendah.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah
kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
2. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive,
Endurance Trainning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti,
otot-otot berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-seling
antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan
yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu.
Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari,
renang, bersepeda dan berdayung.
3. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara
Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan
orang tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga
glibenklamid, untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja
pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh / IMT >30) sebagai obat
tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasikan
dengan obat golongan sulfonilurea.
c. Inhibitor dan glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan
glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
d. Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi
masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi
insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
(Arif Mansjoer. 2001 : 585)
- Diagnosa Keperawatan
- Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual, anoreksia, peningkatan metabolisme protein dan lemak
- Devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic
- Intoleransi aktivitas b/d penurunan simpanan energi
- Gangguan integritas kulit b/d gangren
- Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren
- Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
- Resiko gangguan volume cairan lebih
Intervensi
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual, anoreksia, peningkatan metabolisme protein dan lemak
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : – Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
– BB stabil, nilai lab normal
Intervensi :
a. Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
c. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui pemberian cairan melalui oral
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastroisntetinal baik
d. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
e. Kolaborasi dengan ahli diet
Rasional : Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2. Devisit volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor
kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu
dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik
Rasional : Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b. Ukur berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
d. Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan Osmulalitas darah, Natrium, kalium
Rasional :
– Ht : Mengkaji tingkat hidrasi
dan sering kali meningkat akibat homokonsentrasi yang terjadi setelah
dieresis osmotik
– BUN : Peningkatan nilai dapat
mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda awitan kegagalan
ginbjal.
– Osmolalitas darah : Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi
– Natrium : Mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan dari intra sel (dieresis osmotik)
– Kalium : Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam breepons pada asodisis
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energi
Tujuan : Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan produksi energi
Kriteria hasil : – Mengungkapkan peningkatan tingkat energy
– Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Intervensi :
a. Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal
perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan
kelelahan.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.
d. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat.
Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan
dengan penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan.
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
4. Gangguan integritas kulit b/d gangren
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan integritas kulit dapat membaik.
Kriteria hasil : – Mempertahankan integritas kulit
– Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi.
b. Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional : Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan
c. Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali sehari selama 15 menit
Rasional : Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan
d. Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas
Rasional : Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi
silang. Plester adesif dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah
rusak.
e. Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10
malam amati tanda-tanda hipersensitivitas, seperti : pruritus,
urtikaria, ruam
Rasional : Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan
yang mengganggu absorbsi obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan.
Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin tetapi dapat terjadi kapan
saja.
5. Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien dapat menerima keadaannya yang sekarang.
Kriteria hasil : – Pasien menerima keadaannya yang sekarang
– Menunjukkan pandangan yang realistis dan pemahaman diri dalam situasi.
Intervensi :
a. Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien
Rasional : Menyampaikan perhatian dan dapat lebih efektif
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dan juga strategi koping pasien
dan seberapa efektif.
b. Dorong pengungkapan perasaan, penerima apa yang dikatakannya
Rasional : Membantu pasien / orang terdekat untuk memulai
menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi
atau gaya hidup.
c. Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit
Rasional : Persepsi pasien mengenai pada perubahan citra diri
mungkin terjadi secara tiba-tiba atau kemudian atau menjadi proses halus
yang secara terus menerus.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang
diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin diperkukan untuk dilepaskan
atau diubah.
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan
konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan, meningkatkan orientasi
realita.
e. Rujuk pada dukungan psikiatri atau group terapi, pelayanan sosial sesuai petunjuk
Rasional : Mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien / orang terdekat untuk mencapai kesembuhan optimal.
6. Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan tidak terjadi injuri pada pasien
Kriteria hasil :
– Mengidentifikasi faktor-faktor resiko injuri
– Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan penggunaan sumber-sumber secara tepat.
Intervensi :
a. Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien
Rasional : Untuk meminimalisir terjadinya cedera
b. Gunakan bed yang rendah
Rasional : Meminimalkan resiko cedera
c. Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata
Rasional : Membantu dalam penglihatan klien
d. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Rasional : Agar tidak terjadi injuri
7. Resiko gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan b.d kerusakan ginjal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan dari tubuh kembali normal / seimbang.
Kriteria hasil : – Tidak mengalami peningkatan BB cepat, edema, kongesti paru
BAB III
PENGKAJIAN
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Ruang : E2
No. Medical Record :
Tgl Pengkajian : 25/09/2013
Pukul :14.20 WIB
- DATA DASAR
- Identitas Pasien
- Nama (inisial klien) : Tn. I
- Usia : 57 tahun
- Status Perkawinan : menikah
- Pekerjaan : wiraswasta
- Agama : islam
- Pendidikan : SD
- Suku : jawa tengah
- Bahasa yang di gunakan : indonesia
- Alamat rumah : Gg. Kulit Giri Condro , Kemiling
- Sumber biaya : Jamkesmas
- Tanggal masuk RS : 24/09/2013
- Diagnosa medis saat pengkajian : Diabetes Militus
- Identitas Pasien
- Sumber Informasi ( Penanggung Jawab )
- Nama : Tuminem
- Usia : 56 tahun
- Hubungan Dengan Klien : istri
- Pendidikan : SD
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Alamat : Gg. Kulit Giri Condro , Kemiling
- RIWAYAT KESEHATAN
- Riwayat kesehatan masuk RS :
Pasien baru datang ke UGD dalam keluhan luka pada kakinya , sejak 1 bulan yang lalu.
- Riwayat kesehatan saat pengkajian / Riwayat penyakit sekarang .
- Keluhan utama : infeksi luka pada kaki
– Penyebab : tertusuk tulang sapi
Hal yang memperberat : Luka DM
Hal yang memperingan : tidak ada
– Kapan terjadinya : 1 bulan yang lalu
- Keluhan penyerta : tidak ada
- Riwayat Kesehatan dahulu :
- Riwayat alergi : tidak ada
- Riwayat kecelakaan : Pernah tetapi hanya luka-luka ringan
- Riwayat perawatan di RS : pernah di rawat di RS dengan keluhan sakit DM
- Riwayat penyakit berat / kronis : tidak ada
- Riwayat pengobatan : ada
- Riwayat operasi : tidak ada
- Riwayat Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan dalam keluarga nya tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan.
- Riwayat Psikososial – Spiritual
- Konsep Diri :
- Support System :
- Komunikasi :
- System nilai kepercayaan :
-Sebelum sakit : 5 x/ hari
-Saat sakit : 1 x/hari
- Lingkungan
- Rumah
– Kebersihan : Cukup
– Polusi : tidak ada
– Bahaya : tidak ada
- Pekerjaan
– Kebersihan : kurang
– Polusi : ada
– Bahaya : ada
- Pola Kebiasaan Sehari-hari sebelum dan saat sakit .
- Pola Nutrisi dan Cairan (Sebelum dan Saat Sakit)
- Pola Nutrisi
- Pola Nutrisi dan Cairan (Sebelum dan Saat Sakit)
– Asupan ( ) oral ( ) enteral ( ) TPN
– Frekwensi Makan : – Sebelum sakit : 3 x/ hari
– Saat sakit : 3 x/ hari
– Nafsu makan : – Sebelum sakit : Baik
– Saat sakit : kurang
– Diit : tidak ada
– Makanan tambahan : ubi talas
– Makanan yang tidak disukai/ alergi/ pentangan : tidak boleh memakan makanan yang manis-manis.
- Pola Eliminasi (Sebelum dan Saat Sakit)
- BAK
– Frekwensi : – Sebelum Sakit: 4 x/hari
– Saat sakit : 5 sampai 6 x/hari
– Waktu : pagi dan sore
– Jumlah : 50 cc/hari
– Warna : – Sebelum sakit : kuning
– Saat sakit : kuning seperti warna teh
– Bau : khas
– Keluhan yang berhubungan dengan BAK : tidak ada
- BAB
– Frekwensi : – Sebelum Sakit : 2 x/hari
– – Saat sakit : 1 x/hari
– Waktu : Pagi
– Warna : – Sebelum Sakit : kuning
– – Saat sakit : kuning
– Bau : khas
– Konsistensi : keras
– Keluhan : susah BAB , karena keras
- Pola Personal Hygiene ( Sebelum dan Saat Sakit )
- Mandi
– Frekwensi : – Sebelum Sakit : 2 x/hari
– Saat sakit : 2 x/hari tetapi hanya di lap
- Oral hygiene :
– Frekwensi : – Sebelum Sakit : 2 x/hari
– Saat sakit : 2 x/hari
– Waktu : pagi dan sore
- Cuci rambut
– Frekwensi : – Sebelum Sakit : 2 x/hari
– Saat sakit : 1 x/hari
- Pola Istirahat dan tidur (Sebelum dan Saat Sakit)
– Lama tidur : 10 jam
– Waktu
Siang : 3 jam
Malam : 7 jam
– Kebiasaan sebelum tidur / pengantar tidur :
( ) penggunaan obat tidur
( ) kegiatan lain , jelaskan :
– Kesulitan dalam hal tidur
( ) menjelang tidur
( ) sering/ mudah terbangun
( ) merasa tidak puas setelah bangun tidur
Jelaskan alasannya :
- Pola aktivitas dan latihan (sebelum dan saat sakit)
– Jenis pekerjaan : berdagang
– Waktu pekerjaan : pagi sampai sore
– Kegiatan waktu luang : istirahat/santai
– Keluhan dalam beraktivitas : tidak ada
– Olahraga
Jenis : tidak ada
Frekwensi : tidak ada
– Keterbatasan dalam hal :
( ) mandi
( ) menggunakan pakaian
( ) berhias
- Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
- Merokok : ( ) Ya ( ) Tidak
– Frekwensi :
– Jumlah : 1 bungkus
– Lama pemakaian : 1 hari
- Minuman Keras ( ) Ya ( ) Tidak
– Jumlah : tidak ada
– Lama pemakaian : tidak ada
- Ketergantungan obat :( ) Ya ( ) Tidak
– Jika Ya , Jelaskan :
- Pengkajian Fisik
- Pemeriksaan Umum
– Kesadaran : Compos Mentis
– TD : 130/90 mmHg
– Nadi : 80 x/mnt
– RR : 20 x/mnt
– Suhu : 37,3 C
– TB/BB : 170 cm , 40 kg.
- Pemerksaan Fisik Per System
- Sistem Penglihatan
– Posisi mata : ( ) Simetris ( ) Asimetris
– Kelopak Mata : normal
– Pergerakan bola mata : normal
– Konjungtiva : tidak ada
– Kornea : normal
– Sklera : normal
– Lapang pandang : kurang
– Ketajaman penglihatan : kurang
– Tanda-tanda radang : tidak ada
– Pemakaian alat bantu penglihatan : tidak ada alat bantu
– Keluhan lain : penglihatan kurang jelas , apabila melihat sesuatu yang lebih dari 1 meter
- Sistem Pendengaran
– Kesimetrisan : simetris
– Karakter serumen : tidak ada
– Tanda radang : tidak ada
– Cairan dari telinga : tidak ada
– Fungsi pendengaran : baik
– Pemakaian alat bantu : tidak ada alat bantu
- Sistem Wicara
– Kesulitan / gangguan wicara : tidak ada (normal)
- Sistem Pernafasan
– Jalan nafas :normal
– Keluhan : ( ) Sesak ( ) Nyeri
– Bila sesak : ( ) Setelah aktivitas
( ) Tanpa aktivitas
( ) Saat aktivitas
( ) Saat aktivitas
– Bila nyeri : tidak ada
– Frekwensi : 20 x/mnt
– Irama : ( ) teratur ( ) tidak teratur
– Kedalaman : ( ) Dalam ( ) Dangkal
– Suara Nafas : normal
– Batuk : ( ) Ya ( ) Tidak
– Palpasi dinding dada : normal
– Perkusi dada : normal
– Penggunaan otot bantu nafas : tidak ada
- Sistem Kardiovaskuler
ü Sirkulasi perifer
– Nadi :
Irama : ( ) teratur ( ) Tidak teratur
Denyut : ( ) Lemah ( ) Kuat
– Distensi vena jugularis : tidak ada
– Temperatur kulit : ( ) Hangat ( ) Dingin
– Warna kulit : ( ) pucat ( ) cyanosis ( ) kemerahan
– Pengisian kapiler : normal
– Edema : tidak ada
ü Sirkulasi jantung
– Kecepatan denyut apical : 80 x/mnt
– Irama : ( ) Teratur ( ) tidak teratur
– Bunyi jantung abnormal : tidak ada
– Kelainan bunyi jantung : tidak ada
- Sistem Neurologi
– Galslow coma scale : 15, E = 4 M = 6 V = 5
– Tanda-tanda peningkatan intracranial : tidak ada
– Gangguan neurologis : ( N I – N XII ) :
– Pemeriksaan reflek :
- Patologis : tidak ada
- Fisiologis : tidak ada
– Tanda iritasi menigen : tidak ada
– Kekuatan otot/status motorik : tidak ada
- Sistem Pencernaan
– Keadaan mulut : baik
– Kesulitan menelan : tidak ada
– Muntah : tidak pernah
– Nyeri daerah perut : tidak ada
– Bising usus :12 x/mnt
– Asites : tidak ada
– Luka post operasi : tidak ada
- Sistem Immunology
– Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
- Sistem Endokrin
– Nafas berbau keton : ( ) Ya ( ) Tidak
– Luka : ( ) Ya ( ) Tidak .
jika ya , jelaskan :
– Exopthalmus : ( ) Ya ( ) Tidak
– Tremor : ( ) Ya ( ) Tidak
– Pembesaran kelenjar tyroid : ( ) Ya ( ) Tidak
– Tanda-tanda peningkatan gula darah : ( ) Polidipsi
( ) poliuri
( ) polifagi
- Sistem Urogenital
– Distensi kandung kemih : tidak ada nyeri tekan
– Nyeri tekan : tidak ada
– Nyeri perkusi pada CVA : tidak ada
– ( ) anuria ( ) hematuria ( ) disuria
( ) nocture ( ) oliguria ( ) poliuria
– Penggunaan kateter : tidak ada
– Penggunaan irigasi : tidak ada
– Keadaan genital : baik
- Keadaan integumen
- Keadaan rambut
– Kekuatan : baik
– Warna : putih
– Kebersihan : cukup
- Kebersihan kuku
– Kekuatan : kuat
– Warna : putih bening
– Kebersihan : cukup
- Keadaan kulit
– Kekuatan : baik
– Warna : coklat
– Kebersihan : cukup
– Tanda-tanda radang pada kulit :
– Luka : ada , di telapak kaki
– Dekubitus :
– Pruritus :
– Tanda-tanda pendarahan : tidak ada
- Sistem Muskuloskeletal
– Keterbatasan dalam pergerakan : tidak ada
– Sakit pada tulang dan sendi : tidak ada
– Tanda-tanda fraktur : tidak ada
– Lokasi : tidak ada
– Kontraktur pada persendian ekstremitas : tidak ada
– Tonus otot : ( ) kuat ( ) lemah
– Kelainan bentuk tulang dan otot : tidak ada
– Tanda-tanda radang pada sendi : tidak ada
– Penggunaan alat bantu : tidak ada alat bantu
– Rentang gerak sendi ( aktif/ pasif ) : aktif
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
- Kesimpulan
Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit
progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula
darah). Diabetes militus mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien
dan penyedia perawatan kesehatan.
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki
anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah
kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol
darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas.
Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang
mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan
aktivitas fisik kita sehari-hari.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
- Saran
Semoga dalam pembuatan makalah selanjutnya kami dapat membuat yang
lebih sempurna lagi. karena menurut kami makalah yang telah kami buat
ini kurang sempurna karena kami masih dalam proses belajar.
Daftar Pustaka
- http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/#ixzz2gecLE4Wf
- http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_melitus_tipe_2
- http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_melitus#Klasifikasi
- http://askep-net.blogspot.com/2012/04/askep-diabetes-melitus-dm.html
- http://jfikriamrullah.wordpress.com/2012/03/30/laporan-pendahuluan-diabetes-melitus-dm-patofisiologi-definisi-etiologi-klasifikasi-manifestasi-klinik